repro |
Kehidupan para pengrajin kapal nelayan
tradisional dan nelayan semakin susah disebabkan keputusan pemerintah
yang menaikkan harga BBM sebesar Rp 500 per liternya baik solar maupun
premium. Disebabkan para pengrajin kapal nelayan dan nelayan harus
menambah biaya operasionalnya baik untuk membeli BBM maupun kebutuhan
lainnya yang juga ikut naik.
Bah Sirun (42) salah seorang pengrajin
kapal nelayan tradisional mengungkapkan sejak kenaikan harga BBM , biaya
operasionalnya bertambah baik unuk membeli BBM jenis bensin yang
digunakan untuk mesin sinso maupun solar yang digunakan untuk melapisi
kapal setelah selesai dibuat ,” untuk mesin sinso per hari 3 liter
bensin sementara untuk melapisi kapal yang sudah selesai dibuat
menghabiskan sedikitnya 30 liter solar . Sekarang kehidupan kami semakin
susah karena semua harga naik mulai dari bahan baku sampai kebutuhan
sehari-hari ,” keluhnya.
Lanjut Bah Sirun yang mengaku
keahliannya membuat kapal diperolehnya secara otodidak berawal dari 6
tahun yang lalu sejak dirinya bekerja sebagai tukang rehap kapal nelayan
yang rusak bahwa kehidupannya dan keluarganya tergantung pesanan kapal
kalau tidak ada pesanan kapal maka dirinya akan menganggur.
Diterangkannya 3 tahun terakhir dirinya hanya mendapat 16 pesanan kapal
dimana untuk ukuran kapal dengan panjang 8 m dan lebar 2 meter dihargai
Rp 12 juta yang selesai selama 12 hari jika dikerjakan 2 orang ,”
awalnya hanya rehab lama-lama buat baru. Setiap kapal aku dapat
keuntungan bersih Rp 4 juta . sekarang semakin susah cari bahannya ,
untuk gading kapalnya pakai kayu jenis leban yang didapat di Tapsel
kalau papannya dari meranti . Daya tahan kapal tergantung perawatannya
,” jelasnya.
Sementara itu Sahrul (44) bapak beranak 2
salah seorang nelayan juga mengaku kehidupannya semakin susah sejak
kenaikan harga BBM. Dimana sejak kenaikan harga BBM ini , biaya
operasionalnya semakin bertambah ,” sekali melaut menghabiskan solar 10
liter . sejak kenaikan harga BBM , semua harga ikut naik termasuk harga
beras. Sekarang beli beras saja susah sementara harga ikan ke toke tidak
naik-naik ,” keluh pria yang sudah 30 tahun menjadi nelayan. Dirinya
pun mengungkapkan belum ada mendapat bantuan dari pemerintah sejak harga
BBM naik . Padahal sepengatahuannya ada bantuan tapi tidak pernah
didapatkannya ,” aku tidak pernah dapat bantuan dari pemerintah.
Kalaupun ada bantuan dari pemerintah tidak tepat sasaran ,” tegasnya.
Camat Pantai Labu Ayub mengungkapkan ada
bantuan dari kecamatan maupun Pemkab Deliserdang namun bantuannya
terbatas sehingga tidak merata ,” ada bantuan seperti jala tapi
bantuannya terbatas sehingga tidak merata ,” ungkapnya. Saat disinggung
para nelayan yang mengeluhkan murahnya harga ikan dirinya menegaskan
bahwa toke pemilik kapal yang menentukan harga ,” toke yang mengatur
harga , nelayan sifatnya sama seperti buruh ,” tegasnya. Lanjutnya bahwa
saat ini nelayan membutuhkan bantuan kapal sehingga nelayan tidak
tergantung lagi dengan toke pemilik kapal ,” saat ini yang dibutuhkan
nelayan adalah kapal untuk melaut , tapi butuh dana besar untuk membuat
kapal ,” jelasnya.
Sementara itu humas Pertamina Regional I
Sumbagut Brasto Galih menegaskan agar nelayan dapat membeli solar
dengan harga subsidi maka harus ada rekomendasi dari dinas terkait ,”
bagi nelayan yang ingin mendapatkan solar subsidi khususnya nelayan
kecil yang dilihat dari besar kapalnya harus mendapatkan rekomendasi
dari dinas terkait untuk selanjutnya ditentukan SPBU tempat nelayan
membeli solar subsidi jika daerah itu tidak memiliki solar packed dealer
nelayan (SPDN). Harus ada rekomendasi baru nelayan bias membeli pakai
jiregen,” ungkapnya. (int)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar