TEORI DASAR LOAD CELL
1. Pendahuluan
Load cell adalah
alat yang mengeluarkan signal listrik proporsional dengan gaya / beban yang
diterimanya. Load cell banyak digunakan pada timbangan elektronik. Pembahasan
disini meliputi :
- Teori sirkuit DC
- Teori kelistrikan Load cell
- Ketentuan / aturan dasar Load cell
- Troubleshooting
1.1. Teori Sirkuit DC
Electron
Elektron adalahpartikel bermuatan
negatif yangmerupakan bagian dari
semua atom. Elektron membentuk orbit di
sekitar atom. elektron berada di orbit paling dekat ke
pusat atom, atau inti, berada didalam
struktur atom lebih erat daripada elektron yang
ada di orbit terluar. Konduktor seperti emas,
tembaga dan perak memiliki satu elektron di orbit
luar mereka, yang juga disebut shell valensi. Elektron
valensi ini dapat dengan mudah keluar dari atom mereka
dan bergerak secara acak ke atom lain. Elektron
ini disebut elektron bebas. Elektron
bebas jika bertemu elektron valensi lainnya,akan menimbulkan
lebih banyak elektron bebas.
Konduktor memiliki elektron bebas yang
lebih banyak, bergerak secara acak dari atom ke
atom. Isolator adalah kebalikandari konduktor. Mereka mengandungbanyak
elektron shell valensi yang
erat untuk atom-atom mereka. Insulator memiliki
elektron bebas sedikit dan sangat sedikit konduktor listrik
1.2. Tegangan dan Arus
Arus
listrik adalah aliran teratur elektron. Arus satu
ampere adalah ketika aliran elektron melewati suatu titik tertentu
pada
tingkat 6,24 x 1018 (6,240,000,000,000,000,000) elektron per
detik. Angka 6,24 x 1018 disebut juga coulomb. Jadi
bisa kita katakan satu ampere (Amp) adalah sama
dengan satu coulomb yang melewati titik tertentu dalam satu
detik. Simbol yang digunakan dalam elektronik u adalah
A.
Untuk memindahkan elektron
dalam konduktor sehingga menghasilkan aliran arus,
force/gaya harus diberikan pada konduktor. Pada
sirkuit listrik
gaya
ini adalah perbedaan potensial listrik antara dua
titik dan disebut tegangan. Jadi, arus adalah
aliran aktual elektron dan tegangan adalah gaya
yang menyebabkan elektron mengalir. Simbol yang digunakan
dalam elektronik untuk arus adalah I, dan simbol
untuk tegangan E.
1.3. Hambatan / Resistansi
Aliran arus
melalui konduktor mendapatkan
perlawaanan/hambatan dari konduktor. Perlawanan/hambatan
ini disebut resistansi. Simbol yang digunakan untuk
menunjukkan resistansi adalah R. Satuan ukuran untuk
resistansi/hambatan/tahanan disebut ohm.
Simbol yang digunakan adalah ohm (Ω).
1.4. Sirkuit Arus Lemah (DC)
Seorang fisikawan Jerman bernama GS Ohm mengembangkan
hubungan Definite antara tegangan, arus dan resistansi dalam sirkuit tertutup. Sirkuit terdiri dari sebuah sumber tegangan dan rangkaian lengkap untuk aliran arus. Rangkaian harus mulai dari satu sisi sumber tegangan dan berakhir pada sisi lain. Rangkaian ini menghasilkan
beda potensial
antara sisi satu dan sisi lain karena salah satu sisi sumber memiliki potensial positif dan yang lainnya memiliki potensial negatif. Mr Ohm menyatakan, "Keadaan
ini berbanding lurus dengan tegangan dan berbanding terbalik
dengan resistensi ". Hubungan ini dikenal sebagai Hukum Ohm.
Secara Rumus Hukum Ohm adalah:
Arus(dalam
ampere) = Tegangan(dalam volt)
Hambatan(dalam ohm)
Jika menggunakan symbol untuk arus, tegangan dan
hambatan, hubungan ini bisa dinyatakan
I = E/R bisa juga dinyatakan dalam E = IR atau
tegangan adalah arus dikali hambatan.
Dalam rangkaian DC kita menggunakan
symbol ini untuk baterai atau sumber daya
Symbol ini dipakai untuk
hambatan atau resistor.
Berikut adalah contoh rangkaian arus searah (DC) :
Perhatikan,
disini ada baterai sebagai sumber tegangan, konduktor dan hambatan terhadap
arus (resistan). Ini adalah rangkaian tertutup agar arus bisa mengalir.
Resistan adalah beban atau apa yang menjadi
perlawanan untuk arus listrik. Resistan bisa berupa bola lampu, elemen pemanas
atau tipikal beban resistif yang lain semisal Load cell.
Mari kita cermati. Pada hukum Ohm I = E/R;
Jika kita naikkan tegangan baterai, maka arus juga akan meningkat karena secara
langsung tegangan dan arus adalah proporsional. Demikian juga apabila kita
menaikkan nilai resistan, maka arus juga akan mengalami peningkatan karena
secara tidak langsung arus dan hambatan adalah proporsional.
1.5. Rangkaian Resistif Seri
Rangkaian seri terdiri atas sebuah sumber daya / baterai, satu atau lebih
tahanan dan arus yang mengalir hanya satu arah.
Seperti terlihat pada rangkaian, sumber daya yang
digunakan adalah 10V. Dengan dua resistan dan arus yang mengalir hanya
satu path. Dapat dikatakan dalam rangkaian seri, arus yang
mengalir adalah konstan/tetap. Arus yang kita ukur dimanapun didalam rangkaian
adalah sama.
Pada rangkaian ini, total resistan (Rt) adalah
jumlah dari semua resistan yang dipakai (RT = R1+R2….). Semua berjumlah
400Ω. Menggunakan Hukum Ohm, total arus yang mengalir dalam rangkaian adalah
IT = ET:RT, IT = 10V:400Ω = 0.25 amper atau 25 miliampere(mA).Karena
arus total sudah kita ketahui, maka arus yang mengalir pada R1 dan R2
(IR1,IR2). Arus yang mengalir dalam rangkaian adalah tetap sehingga IT =
IR1 = IR2. Jumlah tegangan drop pada rangkaian sama dengan tegangan
sumber yang dipakai. Berapa tegangan drop pada R1? Menggunakan Hukum Ohm,
tegangan drop pada R1 (ER1) sama dengan arus yang mengalir di
R1 (IR1) dikali resistan R1.
Pada rumus kita ketahui
ER1 = IR1 X R1
ER1 =
0.025A (100Ω) = 2.5 volts
ER2 =
0.025A (300Ω) = 7.5 volts
ET =
ER1 + ER2
ET =
2.5V + 7.5V = 10V
Kita lihat
pada contoh lain.
Barapakah
ER1, ER2, ER3 ?
Pertama
kita perlu menghitung arus total yang mengalir dalam rangkaian dengan
Hukum Ohm, yang juga sama dengan arus yang mengalir pada setiap resistan:
IT =
ET/RT
IT =
120V/6000Ω
IT =
20 mA
Telah
diketahui juga bahwa RT = R1 + R2 + R3
Untuk
mencari R3, bisa kita katakan R3 = RT – R1 – R2
R3 =
6KΩ - 2KΩ - 1KΩ
R3 =
3KΩ
Gunakan
Hukum Ohm untuk mencari ER1, ER2, ER3…
ER1 =
IR1 x R1
= 0.020A x
2000Ω
= 40V
ER2 =
IR2 x R2
= 0.020A x 1000Ω
= 20V
ER3 =
IR3 x R3
= 0.020A x 3000Ω
= 60V
4
1.5.1
Rangkaian Resistor Paralel
Rangkaian
parallel terdiri atas satu sumber daya, lebih dari satu cabang aliran arus.
Teganga sumber pada rangkaian parallel sama di setiap cabang. Oleh sebab
itu dapat dikatakan tegangan pada rangkaian parallel adalah konstan / tetap.
Total arus pada rangkaian adalah penjumlahan arus disetiap cabang rangkaian.
Resistan total pada rangkaian parallel dihitung dengan mencari invert (1/x)
dari invert setiap R.
Terlihat
pada rumus sebagai berikut:
RT =
1
1/R1 + 1/R2...
Untuk
rangkaian kita:
RT =
1
1/100 + 1/200
RT =
1
0.015
RT =
66.67Ω
Perhatikan bahwa total resistan lebih kecil dari pada nilai resistan
terkecil. Untuk dua resistor parallel jumlah resistansinya dapat dihitung
dengan rumus yang biasa disebut “Product Over the Sum.”
Terlihat
sebagai berikut:
RT = (R1)(R2)
R1 + R2
RT = (100)(200)
100 + 200
RT = 20000
300
RT =
66.67Ω
Jika resistan parallel bernilai sama, nilai total resistan adalah nilai
resistan dibagi jumlah resistan. Contohnya, jika ada 5, 100 ohm resistor
parallel, total resistan nya adalah 100Ω/5 atau 20Ω.
Dengan Hukum Ohm, kita dapat menghitung arus total pada contoh rangkaian
diatas.
IT = ET
RT
IT = 10V
66.67Ω
IT =
150 mA
Gunakan
Hukum Ohm untuk mencari IR1 and IR2.
I R1 = E R1
R 1
= 10V
100Ω
= 100 mA
I R2 = E R2
R 2
= 10
200Ω
= 50 mA
Dengan menjumlahkan I R1 dan I R2 kita dapatkan total
arus dalam rangkaian adalah 150 mA Sama seperti kita hitung memakai Hukum Ohm.
1.5.2.
Rangkaian Seri-Paralel
Rangkaian seri-paralel setidaknya memiliki dua cabang paralel sebagai
tambahan dari minimum satu resistor yang dilewati arus total.
Resistor yang dilalui arus total dinamakan resistor seri.
Berikut
adalah contoh rangkaian seri-paralel.
Berapakah
R T, I T, E R1, E R2, ER3 ?
Untuk
mencari resistan total, carilah resistan equivalen terhadap R 2 dan
R 3 yang di parallel
Req =
1
1/R2 + 1/R3
= 1
1/100 + 1/150
= 60Ω
Untuk
mengetahui RT, tambahkan resistan seri. RT = R1 + Req
R T =
50Ω + 60Ω
R T =
110Ω
Untuk
menghitung arus total dalam rangkaian, gunakan Hukum Ohm
I T = E T
R T
I T =
10V
110Ω
I T =
0.091A or 91mA
Karena arus
total pada rangkaian melewati R1, bisa dikatakan IT =IR1. Dengan Hukum Ohm kita
bisa hitung tegangan drop pada R1.
ER1` =
I R1 x R 1
ER1 =
0.091A x (50Ω)
ER1 =
4.55 volts
Karena terjadi drop pada R 1 sebesar 4.55 Volt, sehingga tersisa
10V - 4.45V atau 5.45 volt yang mengalir melalui R2 dan R3. Dengan Hukum
Ohm bisa diketahui arus yang mengalir melalui R2 dan R3 Arus
total pada rangkaian akan terbagi dengan proporsional melalui R2 dan
R3. Dengan kata lain total arus adalah jumlah dari tiap cabang arus
IR2 and I R3.
IR2 = ER2
R2
= 5.45V
100Ω
= 0.0545A atau 54.5 mA
IR3 = ER3
R3
= 5.45V
150Ω
= 0.0363A atau 36.3 mA
IT =
IR2 + IR3
IT =
54.5 mA + 36.3 mA
= 90.8 mA
Dengan pembulatan dari 90.8mA, menjadi 91mA seperti pada perhitungan
sebelumnya.
Perhatikan bahwa rangkaian seri-paralel harus memiliki minimum satu
komponen yang akan dilewati oleh arus total rangkaian.
Rangkaian berikut sering ditafsirkan sebagai rangkaian seri-paralel,
padahal bukan.
Melihat definisi rangkaian seri-paralel, dapat diketahui total arus rangkaian
tidak melalui komponen manapun sebelum cabang . Rangkaian tersebut adalah murni
rangkaian parallel.
Untuk mengetahui arus yang mengalir melalui R1 + R2 kita perlu
menambahkannya dengan resistan total dari setiap cabang 6KΩ.
Dengan Hukum Ohm, diketahui arus yang mengalir pada cabang R1 + R2.
IR1+R2= E R1+R2
R1+R2
= 6V
6,000Ω
= 1 mA
Untuk mengetahui arus yang melewati R3 + R4 tambahkan resistannya sehingga
total 12KΩ. Gunakan Hukum Ohm untuk menghitung arus total:
I R3
+R4 = E R3 + R4
R3 + R4
= 6V
12,000Ω
= 0.5 mA or 500 μA
Arus total rangkaian adalah jumlah arus pada tiap cabang atau IT = IR3
+ R4 + IR1 + R2 atau 1 mA + 0.5 mA = 1.5 mA.
Untuk menghitung resistan total, gunakan Hukum Ohm
RT =
E T
I T
= 6V
0.0015A
= 4,000Ω or 4KΩ
Bisa juga kita hitung resistan total menggunakan rumus “reciprocal of the
sum of the reciprocals” atau rumus “product
over the sum”. Kita ketahui resistan cabang R1 + R2 adalah 6.0KΩ dan
resistan cabang R2 + R4 sebesar 12KΩ.
Dengan Hukum Ohm kita bisa ketahui tegangan drop di tiap resistan. Misalnya
pada R1. Kita ketahui arus yang melalui R1sama dengan arus yang melalui R2 dan
cabang rangkaian terdiri atas R1 + R2, karena resistan tersambung seri satu dan
lainnya. untuk menghitung ER1 (tegangan drop di R1) pakailah Hukum Ohm, kalikan
resistan R1 dengan arus yang melalui R1 (IR1).
ER1 =
R 1 x I R1
= 1,500Ω x
(0.001A)
= 1.5V
Hukum Ohm dapat dipakai juga untuk mencari tegangan drop pada setiap bagian
dari rangkaian
Rangkaian tersebut adalah dasar dari Jembatan Wheatstone (Wheatstone
bridge) yang juga dipakai dalam rangkaian inti dari Load Cell.
1.6. Ukuran Penghantar (konduktor)
Penghantar atau
kawat memiliki hambatan bergantung pada diameternya. Semakin besar diameternya,
semakin kecil hambatannya. Jika kita menarik kawat, diameter atau cross
media nya berkurang sehingga hambatannya meningkat. Demikian juga
sebaliknya. Jika di press atau ditekan, diameternya membesar sehingga
hambatannya berkurang. Upaya menarik dan menekan ini memerlukan gaya, sehingga
kawat bisa digunakan untuk pengukuran gaya tersebut. Konfigurasi tarik ulur
kawat ini dikenal sebagai strain gauge.
1.7. Strain Gauge
Starin Gauge
tersusun dari kawat yang sangat halus, yang dianyam secara berulang menyerupai
kotak dan ditempelkan pada plastic atau kertas sebagai medianya. Kawat yang
dipakai dari jenis tembaga lapis nikel berdiameter sekitar seper seribu (0.001)
inchi. Kawat itu disusun bolak-balik untuk meng-efektifkan panjang kawat
sebagai raksi terhadap tekanan/gaya yang mengenainya. Pada ujungnya dipasang
terminal. Strain Gauge bisa dibuat sangat kecil, sampai ukuran 1/64 inchi.
Untuk membuat Load Cell, Strain Gauge dilekatkan pada logam yang kuat sebagai
bagian dari penerima beban (load receptor). Strain Gauge ini disusun
sedemikian rupa membentuk Jembatan Wheatstone.
1.8. Jembatan Wheatstone (Wheatstone Bridge)
Rangkaian resistif yang dipakai untuk
membuat Load Cell adalah Jembatan Wheatstone.
Catatan: Nilai
semua resistor adalah sama. A adalah symbol untuk Ampere Meter
Ketika tegangan
sumber tersambung ke rangkaian, arus yang mengalir pada cabang R1/R3 sama
dengan arus yang mengalir pada R2/R4. Hal ini terjadi karena nilai semua
resistor sama. Arus yang terukur pada Ampermeter adalah 0 karena tidak ada beda
potensial pada titik 1 dan 2.
Ubahlah nilai
resistor R1 dan R4 menjadi 350.5 ohm dan kurangi nilai resistor R2 dan R3
menjadi 349.5 ohm.
Seperti terlihat
pada gambar, rangkaian menjadi tidak seimbang (Unbalanced). Arus
yang melalui rangkaian terbagi 3 bagian.
- Bag.1: Dari terminal negatif baterai mengalir melalui R2 dan R4 kembali ke terminal positif baterai.
- Bag.2: Dari terminal negatif baterai mengalir melalui R1 dan R3 kembali ke terminal positif baterai.
- Bag.3: Dari terminal negatif baterai mengalir melalui R2, Ampere Meter, R3 dan kembali ke terminal positif baterai.
Perhatikan, ada arus
yang mengalir melalui Ampere meter. Arus yang mengalir terjadi karena ada beda
potensial antara titik 1 dan 2. Semakin besar beda potensial di titik tersebut,
makin besar pula arus yang terukur di Ampere Meter.
1.9. Load Cell
Dari teori diatas,
kita bisa menyusun load cell dengan metode Strain Gauge dan Jembatan
Wheatstone. Dengan menggunakan sebuah kolom baja persegi, kita lekatkan Strain
Gauge pada keempat sisinya. Panjang kolom akan berkurang ketika di sisi
atas kolom diberikan beban. Kolom baja juga menjadi “gendut” atau gembung. Dua
Strain Gauge yang terpasang berbalikan akan memberikan respon pada perubahan
panjang kolom secara proporsional.
Dua Strain Gauge
yang terletak di sisi yang lain merespon perubahan kolom saat mengalami keadaan
“gendut/gembung”. Panjang pada sepasang Strain Gauge memendek, diameter
kawatnya membesar dan hambatannya berkurang. Sementara sepasang yang lain jadi
memanjang, diameter kawatnya mengecil dan hambatannya bertambah.
Jika posisi beban
digantung pada bagian bawah kolom, kolom akan mengalami gaya tarik. Kolom dan
Strain gauge akan merespon kebalikan dari respon diatas tetapi Strain Gauge
tetap memanjang dan memendek dengan respon yang sama seperti respon diatas.
Lihat gambar dibawah.
Strain Gauge kita
sambung dengan konfigurasi Jembatan Wheatstone. Dan kita kalibrasi Amp Meter
untuk membaca dalam “Kg” bukan dalam Ampere. Katakanlah kita buat seperti
layaknya timbangan. Sebuah timbangan yang kasar dan tidak akurat. Percobaan ini
dimaksudkan untuk mengetahui prinsip dasar Load Cell. Load Cell dibuat dalam
berbagai bentuk dan konfigurasi. Strain Gauge dipakai untuk mendapatkan
gambaran penuh.
2. Teori Kelistrikan Load Cell
Jembatan Wheatstone
yang tersusun seperti gambar diatas merupakan diagram sederhana load
cell. Resistor yang bertanda T1 dan T2 merupakan Strain Gauge yang
menerima gaya tarik (Tension) saat load cell menerima
beban. Sedangkan resistor yang bertanda C1 dan C2 adalah Strain Gauge yang
menerima gaya tekan (Compression) ketika load cell dibebani.
Titik +In dan –In
mengacu pada +Excitation(+Exc) dan –Excitation(-Exc). Melalui titik/terminal
inilah tegangan sumber diberikan oleh Indikator timbangan digital. Pada
umumnya, tegangan excitation bernilai 10VDC dan 15VDC bergantung
pada indikator dan Load Cell yang dipakai.
Titik +Out dan –Out mengacu pada +Signal(+Sig) dan –Signal(-Sig). Sinyal yang
diperoleh Load Cell dikirim ke Indikator melalui
signal input untuk selanjutnya diproses sebagai nilai berat dan ditampilkan di
layar digital indikator.
Ketika Load
Cell menerima beban, Strain Gauge C1 dan C2 mengalami gaya tekan.
Kawatnya memendek dan diameternya membesar, sehingga nilai resistan C1 dan C2
membesar. Sebaliknya, Strain Gauge T1 dan T2 mengalami gaya tarik, kawatnya
memanjang dan diameternya mengecil sehingga nilai resistan nya membesar.
Perubahan nilai resistan ini menyebabkan arus yang melewati C1 dan C2 lebih
besar dibanding arus yang lewat pada T1 dan T2.
Dan terjadilah beda potensial pada titik output atau signal Load Cell.
Mari kita lihat arus
yang mengalir pada Load Cell. Arus listrik di supply indicator melalui
titik –In dan mengalir melalui C1, -Out dan kembali lagi ke Indikator. Dari indicator,
arus mengalir melalui +Out, melewati C2 dan kembali ke Indikator dititik
+In. Untuk mengetahui total arus yang mengalir, kita perlu mengukur arus
internal pada rangkaian pembaca signal di Indikator. Tetapi karena
Impedansi internal indicator sangatlah tinggi, arus yang mengalir menjadi sangat kecil dan kita bisa mengabaikannya.
Terdapat beda
potensial antara –In dan +In, sehingga ada juga arus yang mengalir melewati
–In, melalui T2 dan C2 kembali ke +In. Arus yang mengalir pada rangkaian
sebagian besar berada pada sisi parallel ini. Resistor yang terpasang seri
berfungsi sebagai kompensasi Load Cell terhadap
temperatur, Zero dan linearitas.
Selanjutnya kita
lihat dalam aturan matematis untuk membantu anda memahami kondisi Load
Cell saat seimbang dan tidak seimbang.
Gantilah Ammeter
dengan Voltmeter sebagai pengganti display Indikator, sambungkan
pada titik +Sig dan –Sig, yang melambangkan signal positif dan negatif. Baterai
bertegangan 10V melambangkan supply tegangan dari indicator yang akan
membuat Load cell bekerja. Resistorr yang ada
melambangkan Strain Gauge sebagai pengganti Load Cell.
Resistansi semua Strain
Gauge tetap sama selama tidak ada beban yang diterima Load
Cell.Tegangan drop pada titik 1 dan 2 bisa kita hitung menggunakan Hukum
Ohm. Setiap cabang mempunyai resistan 350Ω + 350Ω = 700Ω. Arus yang mengalir
tiap cabang adalah tegangan ditiap cabang dibagi resistan setiap cabang.
IR1 + R2 = ER1 + R2
IR3 + R4= ER3 + R4
R1 +
R2
R3 + R4
= 10V
= 10V
700Ω
700Ω
=
14.3
mA
= 14.3 mA
Untuk menghitung tegangan pada titik 1,
gunakan Hukum Ohm
ER3 = IR3R3
= 14.3mA x 350Ohm
= 5V
Tegangan pada titik 2
juga 5Volt karena semua resistornya sama. Tidak ada beda potensial antara titik
1 dan 2, dan inilah kondisi dimana Indikator kita menunjukkan Nola tau Zero.
Sekarang, berikan
beban pada load cell sehingga R1 dan R4 mengalami gaya tarik
dan resistan nya membesar, sedangkan R2 dan R3 mengalami gaya tekan sehingga
resistan nya mengecil, seperti terlihat pada gambar berikut.
Catatan: Resistan
total setiap cabang tetap 700Ω sehingga arus yang mengalir disetiap cabang
tetap 14.3mA
Dalam kondisi
demikian, terjadi beda potensial antara titik 1 dan 2 dan tertampil pada
voltmeter/indicator.
Mari kita hitung
besarnya beda potensial tersebut. Untuk mengukur tegangan di titik1,
ukurlah terlebih dahulu tegangan drop pada R3. Sebagaimana kita ketahui, arus
yang melewati R3 adalah 14.3mA.
ER3 = IR3(R3)
= 0.0143A(349.5Ω)
= 4.9979V
Dan untuk mengetahui
tegangan dititik 2, hitunglah dahulu tegangan drop pada R1. Ingat, arus yang
melewati R1 adalah 14.3mA.
ER1 = IR1(R1)
= 0.0143A(350.5Ω)
= 5.0122V
Beda potensial pada
titik 1 dan 2 adalah selisih ER3 dan ER1 yaitu 0.143V atau 14.3mV
Disini terlihat
rangkaian menjadi tidak seimbang dan terjadi beda potensial pada rangkaian
sebesar 14.3mV. Indikator dikalibrasi sedemikian rupa sehingga
sedikit perubahan pada milivolt akan diterjemahkan perubahan pembacaan pada
pengukuran berat.
Seperti yang pernah
kita bahas, semestinya Indikator akan memakan arus, tetapi
karena tingginya resistan internal Indikator, kita bisa mengabaikannya dan hal
ini tidak mempengaruhi kinerja Load Cell.
3.
Ketentuan/Aturan Dasar Loadcell
Dalam penentuan suatu loadcell sebaiknya diketuahui dahulu type,
kapasitas serta support atau dudukan loadcell di lapangan. Berikut ini dapat
dijadikan acuan dasar dan tambahan dalam memposisikan suatu loadcell
dilapangan.
3.1. Sambungan/Pengawatan
Pada umumnya, kabel
pada Load Cell berjumlah empat atau enam kabel. Untuk enam
kabel Load Cell, disamping mempunyai – dan + Signal maupun – dan +
Excitation juga memiliki jalur - dan + sense. Jalur sense ini tersambung
pada jalur sense Indikator yang berfungsi memonitor tegangan actual pada Load
Cell, dan mengirim balik ke Indikator untuk dianalisa
apakah perlu menambah atau menguatkan signal yang dikirim balik sebagai
kompensasi daya pada load cell.
Untuk membantu agar
pemasangannya tepat, kabel Load Cell memiliki kode warna
tertentu. Data sheet kalibrasi setiap Load Cell akan
menyertakan juga kode warna untuk penyambungan Load Cell.
3.2. Data Kalibrasi
Setiap Load
Cell dilengkapi dengan data kalibrasi atau sertifikat kalibrasi
sebagai informasi tentang Load Cell yang bersangkutan. Setiap
data sheet harus cocok dengan nomor seri, nomor model dan kapasitas. Informasi
yang lain berupa karakteristik dalam mV/V, tegangan Excitasi, non-linearity, hysteresis,
zero balance, input resistance, output resistance, efek temperature
pada output dan zero balance, insulation resistance dan cable
length. Kode warna untuk penyambungan juga disertakan.
3.3. Output
Hasil
pengukuran load Cell selain ditentukan oleh besarnya beban,
juga ditentukan oleh besarnya tegangan Eksitasi, dan karakteristik (mV/V) Load
Cell itu sendiri. Salahsatu karakteristik load Cell yaitu
3mV/V. Yang berarti setiap satu volt tegangan Excitasi, pada saat Load
Cell dibebani maksimal akan mengeluarkan signal sebesar 3mV. Jika
beban 100Kg diberikan pada Load Cell kapasitas 100Kg dengan
tegangan Excitasi 10V, maka signal yang terkirim dari Load Cell tersebut
adalah sebesar 30mV. Demikian juga apabila dibebani 50Kg dengan tegangan
Excitasi tetap 10V, karena 50 Kg adalah setengah dari 100Kg maka keluaran Load
Cell menjadi 15mV.
Berikut salah satu
contoh Sertifikat kalibrasi Load Cell buatan RICE
LAKE WEIGHING SYSTEM-USA
Load Cell merupakan
peralatan elektro-mekanik yang bisa disebut Transduser, dengan kemampuannya
merubah gaya mekanik menjadi signal elektrik. Load cell memiliki bermacam-macam
karakteristik yang bisa diukur, tergantng pada jenis logam yang dipakai, bentuk
load Cell, dan ketahanan dari lingkungan sekitar. Untuk memilih Load Cell yang
sesuai dengan kebutuhan Anda, berikut beberapa Terminologi / daftar istilah
tentang Load Cell
CALIBRATION : Membandingkan output/signal Load Cell dengan beban
standar
Combined Error :
Penyimpangan maksimum –jika ditarik garis lurus- diukur pada saat tanpa beban
sampai ketika diberikan beban maksimal dan sebaliknya saat beban maksimal
sampai pada keadaan tanpa beban. pengukuran dinyatakan dalam persen terhadap
kapasitas maksimal. Biasa disebut juga Nonlinearity dan hysteresis.
CREEP : Perubahan signal keluaran Load cell selama
pembebanan tidak berubah, dan tidak ada perubahan lingkungan sekitar.
CREEP RECOVERY : Perubahan pengukuran kondisi tanpa beban, setelah
beberapa waktu diberikan beban dan kemudian beban dihilangkan.
DRIFT : Perubahan nilai pengukuran saat diberikan beban
konsatan
ECCENTRIC LOAD : Pembebanan pada area timbangan tapi tidak tepat di
titik antar load cell
ERROR : Perbedaan pengukuran dengan beban yang
sesungguhnya.
EXCITATION : Tegangan input yang diberikan agar Load Cell
bekerja. Pada umumnya Load cell membutuhkan tegangan excitation 10VDC, tetapi
ada juga yang memerlukan 15, 20 dan 25VDC dan ada yang bisa bekerja pada arus
AC dan DC.
HYSTERESIS : Penyimpangan maksimum hasil pengukuran dengan beban
yang sama. Satu pengukuran dari nol sampai maksimum, pengukuran yang lain dari
maksimum sampai nol. Pengukuran Histerisis dinyatakan dalam persen terhadap
kapasitas maksimum (%FS). Biasanya Histeresis selalu bernilai 0.02%, 0.03%FS
dan 0.05%FS
INPUT BRIDGE
RESISTANCE : Resistansi Input
daripada Load Cell. Diukur dengan Ohmmeter antara dua titik Input atau
Excitasi. Biasanya selalu lebih besar dari resistansi Output/Signal karena
adanya resistor kompensasi pada jalur Excitasi.
INSULATION
RESISTANCE : Pengukuran resistan
antara sirkuit load cell dengan strukturnya. Pengukuran dilakukan dengan
tegangan DC.
NON-LINEARITY : Penyimpangan maksimum pada grafik hasil kalibrasi
terhadap garis lurus (ideal) antara tanpa beban dan beban penuh. Dinyatakan
dengan persentase terhadap pengukuran pada kapasitas maksimum, hanya diukur
dari nol sampai maksimum. Umumnya Non-linearity sebesar 0.02%FS dan 0.03%FS.
OUTPUT : Signal hasil pengukuran Load cell yang secara
langsung proporsional terhadap tegangan exsitasi dan beban yang diterima.
Signal ini harus sesuai terminology/ketentuan umum misalnya dalam milivolt per
volt(mV/V) atau volt ampere (V/A).
OUTPUT BRIDGE
RESISTANCE : Resistansi output Load
cell, diukur pada titik output atau signal, umumnya sebesar 350Ω, 480 Ω, 700 Ω,
750 Ω dan 1000 Ω.
RATED OUTPUT : interval pengukuran dari nol sampai kapasitas
maksimum.
REPEATABILITY : Selisih pengukuran maksimum saat load Cell dibebani
dengan beban yang sama secara berulang-ulang dengan kondisi lingkungan tetap.
RESOLUTION : Perubahan pengukuran terkecil yang terdeteksi
karena perubahan secara mekanik akibat pembebanan.
SAFE OVERLOAD
RATING : Pembebanan maksimum dalam
persen terhadap kapasitas maksimal yang bisa diterapkan tanpa merubah performa
dan karakteristik yang telah ditetapkan sebelumnya. Biasanya sebesar 150%FS.
SENSITIFITY : perbandingan perubahan pengukuran terhadap
perubahan mekanik karena pembebanan.
SCHOCK LOAD : Pembebanan yang diterima secara tiba-tiba yang bisa
merusak Load Cell.
SIDE LOAD : Pembebanan dari sisi samping yang seharusnya dari
ata atau dari bawah load cell.
TEMPERATURE
EFFECT ON RATED OUTPUT : Perubahan
output maksimum karena perubahan temperatur sekitar. Umumya dinyatakan sebagai
persentase output maksimum karena perubahan suhu setiap 100ºF.
TEMPERATURE
EFFECT ON ZERO BALANCE : perubahan
nilai nol/zero karena perubahan suhu sekitar setiap 100 ºF. Dinyatakan sebagai
persentase Zero balance terhadap output maksimum.
COMPENSATED
TEMPERATURE RANGE : Temperatur
maksimum yang diperbolehkan dimana Load Cell masih bisa meng-kompensasi
terhadap zero dan output maksimal dalam batas tertentu.
TOLERANCE : Kesalahan maksimum yang masih diperbolehkan pada
pengukuran Load cell.
ULTIMATE OVERLOAD
RATING : pembebanan maksimum yang diperbolehkan,
dalam persen terhadap kapasitas maksimal tanpa menyebabkan kerusakan struktur
Load Cell.
ZERO BALANCE : Signal output Load cell pada exitasi maksimal
dengan kondisi tanpa beban, dinyatakan dalam persentase terhadap output
maksimum.
4. Load
Cell Troubleshooting
Kerusakan Load Cell
terjadi dalam berbagai kondisi dan berbagai penyebab, seperti mekanikal,
electrical, atau lingkungan sekitar. Pembahasan kita kali ini tentang penyebab,
pengecekan fisik dan kelistrikan Load cell. Kebanyakan load Cell rusak karena
kesalahan pemakaian dan hal yang sejenisnya.
4.1. Permasalahan Mekanik
Kerusakan load cell
bisa secara fisik atau mekanik. Jika pemilihan load cell pada timbangan terlalu
kecil, beban yang berlebihan membuat load cell melewati batas elastisnya dan
tidak kembali ke kondisi awalnya, sehingga strain gauge seolah terkunci pada
kondisi tension atau compression. Perlu diperhatikan, total berat
struktur timbangan (platform, hopper, vessel) dan material yang akan
ditimbang. Demikian juga jumlah support mempunyai peran penting dalam
distribusi beban. Umumnya, total berat struktur timbangan terbagi merata
melalui tiap supportnya.
Beban kejut juga
merupakan penyebab kerusakan load cell. Beban kejut ialah sewaktu beban dengan
tiba-tiba menimpa timbangan, sehingga menyebabkan load cell terdistorsi secara
permanen. Amatilah saat operator memuati timbangan. Jika ugal-ugalan sehingga
terjadi beban kejut, operator membutuhkan training operasi timbangan yang
benar, atau kapasitas timbangan perlu diperbesar. Tetapi perlu diperhatikan,
pemilihan kapasitas load cell yang terlalu besar juga berpengaruh pada
kepekaannya, dan bisa jadi dibawah nilai minimum pembacaan indicator. Selain
itu, pembebanan sisi/samping juga berpengaruh pada keakuratan timbangan
disamping bisa merusak timbangan itu sendiri.
4.2. Kondisi Lingkungan
Pada umumnya Load
Cell memiliki kemampuan kompensasi untuk bekerja pada temperatur tertentu,
biasanya 0º sampai 150ºF. Walaupun Load Cell masih bisa bekerja diluat batasan
ini, tetapi sertifikat kalibrasi yang dimiliki load cell menjadi tidak valid.
Musuh utama Load
Cell adalah kelembaban. Bisa mengakibatkan load cell mati, terlihat overload
bahkan drifting terus-menerus sehingga timbangan error. Kelembaban masuk ke
load cell bisa melalui tekanan ekstrim atau kabel yang terkelupas. Jika load
cell ber isolasi kurang bagus dipakai pada lingkungan basah, air bisa masuk
kedalam Load Cell.
Load cell bisa
mengalami korosi/karat jika terkena bahan kimia. Korosi bisa merusak strain
gauge jika material pelindungnya kurang baik. Load cell stain less steel bisa
menghindari korosi, tapi tidak menjamin kelembaban tidak masuk kedalam. Tetapi
beberapa bahan kimia semacam klorin tetap bisa membuat stainless steel korosi.
4.3. Pengecekan Fisik
Langkah awal dalam
truble shooting load cell adalah pemeriksaan body load cell terhadap
kemungkinan distorsi, retak atau bergelombang. Hasil pengelasan harus bebas
dari pecah, atau bercelah. Amati kabel Load cell pada kemungkinan lecet,
terkelupas atau terjepit. Kelembaban amat rawan pada kabel yang terkelupas
danbisa membuat pembacaan load Cell tidak stabil.
4.4. Zero Balance
Seperti kita
ketahui, Zero Balance adalah kondisi output Load cell pada exsitasi maximum
load cell tanpa beban, yang dinyatakan dalam persentase terhadap output
maksimum. Perbahan Zero balance terjadi jika Load Cell pernah mengalami
overload.
Pada load cell tanpa
beban dan terhubung ke indicator, gunakan milivoltmeter untuk mengukur tegangan
output load cell. Dengan 10V exsitasi, load cell berkarakteristik 3mV/V akan
mengeluarkan signal output sebesar 30mV pada kapasitas maksimum. Tanpa
dibebani, dengan toleransi 1% load cell akan mengeluarkan tegangan 0.3mV atau
300µV (0.01 x 3 mV = 0.3 mV). Load cell menjadi afkir jika zero toleran sudah
melewati batas 1%.
Cara lain untuk
pengecekan dengan membandingkan pengukuran separuh bridge dengan separuh yang
lain. Gunakan cara berikut dengan load cell yang tidak tersambung ke indicator.
Satukan kedua ujung kabel signal, seperti gambar dibawah
- Ukur dan catatlah besar tahanan antara ujung signal dengan ujung –Exc (pengukuran resistor parallel R1/R3 seri dengan resistor kompensasi di -Exc)
- Ukur dan catatlah besar tahanan antara ujung signal dengan ujung +Exc (pengukuran resistor parallel R2/R4 seri dengan resistor kompensasi di +Exc)
- Perbedaan pada kedua pengukuran diatas harus 0 ohm.
4.5. Bridge Resistance
Tahanan input load
cell bisa diukur dengan Ohmmeter antara ujung –Exc dan ujung +Exc. Tahanan
output load cell diukur dengan ohmmeter antara ujung –Sig dan ujung +Sig. Hasil
pengukuran harus sesuai dengan data sheet load cell atau dalam toleransi 1%.
Lakukan juga pengukuran pada poin-poin
berikut:
+Exc to +Sig
+Exc to –Sig
-Exc to +Sig
-Exc to –Sig
Pengukuran disemua
titik diatas haruslah sama. Jika ada yang beda berarti load cell rusak. Berikut
beberapa pengukuran tahanan load cell dan bisa terlihat perbedaan mana yang
masih berfungsi dan mana yang sudah rusak.
Pada contoh A,
tahanan input (-Exc to +Exc) sebesar 410Ω, yaitu penjumlahan atara resistor 350
Ω dan resistor ekivalen di jalur exsitasi. Tahanan output 350 Ω dan semua sama
dan inilah load cell yang masih berfungsi. Dari mana angka 292 Ω didapat? Kita
tahu keempat resistor bernilai 350 Ω, berikut gambaran rangkaian saat kita
mengukur ujung –Exc ke ujung –Sig
Sederhanakan
rangkaian tersebut, R2,R3 dan R4 terhubung seri begitu juga antara R7 dan
kombinasi R ekivalen R5/R6. Mari jumlahkan dan sederhanakan rangkaian seperti
gambar dibawah
Resistor 350 Ω dan 1050 Ω terhubung
parallel. Untuk menghitung ekivalen nya, gunakan rumus berikut
RT = R1R2
R1 + R2
= 350
(1050)
350 + 1050
= 367500
1400
=
262 Ω
Kemudian tambahkan
resistor 30 Ω (yang tersambung seri) sehingga totalnya menjadi 292 Ω. Resistor
yang lain dihitung dengan cara yang sama.
Pada contoh B,
pembacan +Exc to +Sig dan +Exc to –Sig sama dengan pembacaan pada –Exc to +Sig
dan –Exc to –Sig. Walaupun ada sedikit beda pembacaan, tetapi dikedua sisi
resistor tetap seimbang. Load cell ini normal dan masih berfungsi dengan baik.
Pada contoh C,
pembacaan +Exc to +Sig dan +Exc to –Sig ada perbedaan demikian pula pada
pembacaan –Exc to +Sig dan –Exc to –Sig. Load cell ini rusak, mungkin karena
ada pembebanan lebih sehingga tidak bisa kembali seperti semula.
Pada contoh D,
didapat pengukuran terbuka/takterhingga setiap kali diukur pada ujung –Sig.
Bisa dikatakan ujung –Sig putus atau tidak terhubung ke rangkaian. Kemungkinan
masih bisa diperbaiki, walaupun dengan ongkos yang teramat mahal.
Pada contoh E,
terdapat pengukuran resistan yang amat besar. Permasalahan ada pada salah satu
gauge yang tak terhubung dalam hal ini R2.
Pengukuran –Sig to
+Sig terlihat seperti gambar berikut(dengan R2 tak terhubung)
Resistansi total 700
Ω(R1+R3)
Pengukuran –Exc to
+Ext :
Karena R2 terbuka,
bagian ini tidak bisa kita ukur. Pembacaan 760 Ω adalah total semua resistor
kecuali R1 dan R2
Pengukuran +Exc to
+Sig:
Karena R2
terbuka/tak terhubung,
RT=R10 + R8/R9 + R4
RT=10 Ω + 20 Ω + 350 Ω
RT=380 Ω
Pengukuran –Exc to +Sig:
Karena R2 terbuka/tak terhubung,
RT=R7 + R5/R6 + R3
RT=10 Ω + 20 Ω + 350 Ω
RT=380 Ω
Pengukuran –Exc to –Sig
Karena R2 terbuka/tak terhubung,
RT=R7 + R5/R6 + R1
RT=10 Ω + 20 Ω + 350 Ω
RT=380 Ω
Pengukuran +Exc to –Sig:
Karena R2 terbuka/tak terhubung,
RT=R10 + R8/R9 + R4 + R3 + R1
RT=10 Ω + 20 Ω + 350 Ω +350 Ω + 350 Ω
RT=1080 Ω
Kapanpun Anda
melakukan pengukuran resistor, buatlah gambar skema untuk mengetahui resistor
manakah yang sedang diukur.
Kita boleh tidak
tahu nilai kompensasi resistor, tapi bukan halangan untuk memeriksa kondisi
Load Cell. Perlu diingat:
- Pembacaan +Sig to –Sig adalah output resistan bridge dan selalu tidak lebih dari 1% resistansi maksimum (biasanya 350 Ω, 700 Ω atau 1000 Ω)
- Pembacaan +Exc to –Exc bisa dipastikan lebih besar dari pembacaan output resistan karena adanya resistor kompensasi yang terpasang seri di titik exitasi. Lihat data sheet untuk nilai resistan yang semestinya.
- Pembacaan pada –Exc to –Sig dan –Exc to +Sig harus sama dengan pembacaan pada +Exc to +Sig dan +Exc to –Sig
4.6. Resistance to Ground
Tahanan bodi atau
kebocoran listrik selalu disebabkan load cell atau kabelnya terkontaminasi air.
Ciri-ciri termudah yaitu pembacaan yang tidak stabil. Pembacaan resistan antara
semua ujung kabel yang disatukan dengan body/badan load cell minimum 1000
megaohm atau lebih dan hanya bisa diukur menggunakan megaohmmeter atau megger.
Agar load cell tidak rusak saat diukur, tegangan dari megger tidak boleh
lebih dari 50Volt. Jika pengetesan ini tidak berhasil, lepaskan kabel ground
dari kabel load cell yang disatukan. Jika hal ini menunjukkan hasil bagus, maka
ada permasalahan pada isolasi terhadap bodi load cell.
Konfigurasi Jembatan
Wheatstone pada Load cell mampu merasakan kebocoran antara ujung signal ke
ground. Kebocoran sebesar satu megaohm saja bisa mengakibatkan gangguan pada
nilai zero. Kebocoran tahanan bodi ini tidak mempengaruhi kalibrasi indicator,
hanya saja pembacaan indicator menjadi tidak stabil karena kebocoran tahanan
bodi selalu berubah-ubah.
5.
Kesimpulan
Jangan pernah memotong kabel load
cell yang sudah ada. Data sheet Load cell diambil dengan panjang kabel
tertentu. Jika panjang kabel berkurang dikhawatirkan akan mempengaruhi
keabsahan data sheet.
Semoga bermanfaat...
QUISIONER
1.
Sebutkan pengertian dari loadcell.
2.
Jelaskan yang dimaksud dengan Staingauge sebagai dasar pembuatan
loadcell.
3.
Dalam ketentuan atau aturan dasar loadcell ada 3 hal
dasar yaitu sambungan pengawatan, data kalibrasi dan output. Jelaaskan 3 hal
diatas dengan singkat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar